Frans Rezeki Ramadansyah Simatupang
Bidadariku, Nantikan Aku di pintu Surga
Seorang wanita di hadapanku memang tak secantik Cinderela
dengan sepasang sepatu kacanya ataupun semempesona Nirmala dengan
tongkat ajaibnya. Tapi dia adalah orang yang paling aku cintai. ISTRIKU.
“ Mas, kok malah ngelamun, pertanyaanku gak di jawab “ aku terkejut dengan cubitan istriku. Aku hanya tersenyum.
“
Orang tua mu masih enggak suka juga ya mas sama aku, aku memang belum
bisa ngasih cucu buat mereka “ dia pun melanjutkan pertanyaannya.
“ Kata siapa Dik ?? mereka sayang kok sama kamu “
Keluargaku
memang sejak awal tidak menerima kehadirannya, istriku sangat sensitif
dengan keluargaku. Ketidak setujan utama keluargaku karna mereka
memandang istriku “ jelek “ itu kata mereka. Dengan tubuh pendek dan
gendut, menurut mereka dia tak pantas denganku.
Ahh..itu
kan kata mereka, buatku dia wanita yang mempesona. Jilbabnya yang
membuatnya selalu terlihat anggun, suaranya yang sering melantunkan Al
Quran selalu membuatku gemetaran, kesabarannya dalam kesulitan ekonomi
kami yang memang karna ketidak setujuan keluargaku, maka kami bagai
terasingkan. Buatku, tak apalah aku ingkar pada orangtuaku yang
mengajakku pada kebatilan, mereka lebih memilih tahta,kecantikan dan
harta. Sedangkan aku ingin seorang wanita yang bisa menuntunku dan
mengajakku selalu mengingat Allah.
“
Duh, mas. Enggak usah beliin aku yang macem-macem deh mas. Ini baju kan
mahal banget, mendingan buat sedekah atau buat simpanan kita “ katanya.
“
Aahh..kamu ini. Selalu mikirin itu, sekali-kali aku ini pengen buat
kamu seneng, malah di protes “ aku pura-pura cemberut di hadapannya.
“ Iya..iya.. maaf yaa sayang . Aku coba ya bajunya “ dia pun melesat masuk ke kamar.
“ Gimana mas ?? “ katanya. Aku hanya terbengong melihatnya.
“ maasss… “ katanya sedikit berteriak. Aku hanya cengengesan tanpa bisa berkata apapun.
“ Kita makan yuk mas, aku siapkan dulu “ katanya.
Baru
beberapa langkah, aku melihat istriku memegang perutnya seperti
kesakitan yang luar biasa. Lalu terjatuh. Terdengar suara berdebam kuat
di lantai.Aku panik. Aku bingung. Aku segera telpon Ambulance.
Istri
ku koma. Sudah 3 minggu dia dalam keadaan seperti ini. Dia terkena
Kanker di rahimnya. Kanker yang sudah lama di deritanya. Kenapa..kenapa
aku sampai tak tahu dia sedang sakit ?? suami macam apa aku ini.
Laptop
kesayangannya aku bawakan untuknya. Dia tak pernah bisa lepas dari
laptopnya. Aku paham dengan keadaannya yang selalu sendiri, karna aku
bekerja dari pagi hingga malam menjelang.
Aku
buka laptopnya. Aku mainkan ayat-ayat suci yang selalu dia nyalakan
setiap pagi. Aku begitu sayu untuk mampu menatapnya lekat-lekat. Aku
buka satu persatu folder ku buka. Sampai aku menemukan sebuah judul “ CatatanKu “. Aku segera membukanya.
Aku
tersenyum membaca ceritanya, di mulai ketika kita ta’aruf. Aku
menatapnya sambil berharap dia segera sembuh agar dia bisa menjadi
seorang penulis. Matakupun mulai serius ketika kisah kita di mulai dari
ketertekanannya. Aku menitikkan air mataku.
Aku
membaca dengan lamat-lamat ketika dia menuliskan setiap detik rasa
sakitnya. Air mataku makin deras ketika ku membaca bagaimana dia
menutupi sakitnya.
“Aku
tak mungkin meberi tahunya, sedangkan ekonomi kami belum membaik. Aku
tak mau sampai suamiku ikut menanggung kesulitanku. Aku juga enggak mau
aku tambah buruk di hadapan keluarganya. Aku yang belum di karunia
anak,sekarang harus di timpa musibah sakit seperti ini. Belum tentu
keluarganya kasihan padaku, aku takut nanti suamiku yang kena imbasnya.
Biarlah sakit ini hanya aku dan Allah yang tahu. Karna aku yakin setelah
musibah ini, aku akan di berinya sebuah keindahan yang luar biasa.”
Tak
sanggup aku untuk meneruskan membaca kalimat-kalimat yang ada di
hadapanku. Aku memilih menutupnya dan aku ingin segera mengadu padaNya.
“
Yaa Robb, segera sembuhkan lah istriku dari sakitnya dan ijinkan aku
untuk tetap menjaganya untukMu. Namun jika Engkau ingin menghapuskan
jiwa istriku dari segala dosa-dosanya, maka aku ikhlaskan dirinya demi
diriMu. Biarkan dia menantikanku di pintu surga. Aamiin “
Tak
lama suara “ Tiiit” panjang dari indikator denyut jantungnya. Aku
melihatnya tersenyum begitu manis. Bidadariku, nantikanku dipintu surga
Nya.
Wallahua’lam bi Shawwab
{ Frans Rezeki Ramadansyah Simatupang }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar