FRANS REZEKI RAMADANSYAH SIMATUPANG
Entah dari mana inspirasi cerita ini dibuat, yang jelas sesuatu yang kita yakini didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Amel baru berumur sembilan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Heri. Ia sedang menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwa Heri.
Keajaiban Lima Ribu Lima Ratus Lima Puluh Rupiah
Entah dari mana inspirasi cerita ini dibuat, yang jelas sesuatu yang kita yakini didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Amel baru berumur sembilan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Heri. Ia sedang menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwa Heri.
Hanya operasi dan butuh biaya yang sangat mahal yang bisa menyelamatkan jiwa Heri tapi apalah daya kedua orang tua Amel tidak punya biaya untuk itu adiknya itu. Amel mendengar ayahnya berbisik kepada Ibunya, "Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya sekarang."
Dengan tergesa-gesa Amel
pergi ke kamarnya dan mengambil sebuah celengan dari tempat
persembunyiannya dalam sebuah lemari. Lalu dipecahkan dan dikeluarkannya
semua isi celengan tersebut ke lantai dan bergegas menghitungnya dengan
cermat. Diulangnya hitungan itu hingga lima kali. Nilainya harus
benar-benar tepat.
Dengan membawa uang tersebut, Amel secara diam-diam menyelinap keluar rumah
dan langsung naik bus angkot pergi ke toko obat di sudut jalan.
Setibanya di toko obat tersebut, ia melihat seorang apoteker paruh baya
berambut sedikit memutih sedang menelepon.
Amel
menunggu dengan sabar sampai sang apoteker memberi perhatian tapi sang
apoteker terlalu sibuk dengan telepon tersebut untuk diganggu oleh
seorang anak kecil yang berusia sembilan tahun. Amel berusaha menarik
perhatian dengan menggoyang-goyangkan kakinya, tapi gagal. Akhirnya dia
mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca etalase. klontang !
"Apa yang kamu lakukan heh ?" tanya apoteker tersebut dengan suara marah. "Saya ini sedang berbicara dengan saudara saya."
"Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya," Amel menjawab dengan nada yang sama. "Dia sakit...dan saya ingin membeli keajaiban."
"Apa katamu ?," tanya sang apoteker.
"Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan jiwanya sekarang... jadi berapa harga keajaiban itu ?"
"Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa menolongmu." ucap apoteker.
"Dengar, saya mempunyai uang untuk membeli keajaiban itu. Katakan saja berapa harganya." Kata Amel
lalu tiba-tiba keluar seorang pria berpakaian rapi dari balik ruang,
berhenti dan bertanya, "Keajaiban macam apa yang dibutuhkan oleh adikmu
nak?"
"Saya tidak tahu," jawab Amel. Air mata mulai menetes dipipinya. "Saya hanya tahu dia sakit parah......... dan Ibu saya mengatakan bahwa ia membutuhkan operasi. Tapi kedua orang tua saya tidak mampu membayarnya karena biayanya sangat mahal tapi saya mempunyai uang."
"Berapa uang yang kamu punya ?" tanya pria itu lagi.
"Lima ribu lima ratus lima puluh rupiah," jawab Amel dengan bangga. "dan itulah seluruh uang yang saya miliki di dunia ini."
"Wah,
kebetulan sekali," kata pria itu sambil tersenyum. "Lima ribu lima
ratus lima puluh rupiah ini harga yang tepat dan cocok untuk membeli
sebuah keajaiban yang dapat menolong adikmu". Dia Mengambil uang
tersebut dan kemudian memegang tangan Amel sambil berkata : "Bawalah saya kepada adikmu. Saya ingin bertemu dengannya, juga orang tuamu."
Ternyata
pria apoteker itu adalah seorang ahli bedah terkenal. Operasi
dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu yang tidak lama sebelum Heri dapat kembali ke rumah dalam keadaan sehat seperti sediakala.
Kedua
orang tuanya sangat takjub mendapatkan keajaiban tersebut. "Operasi
itu..." bisik ibunya..... "adalah keajaiban. Tak terbayangkan berapa
harganya".
Amel
hanya tersenyum. Dan hanya dia yang tahu secara pasti berapa harga
keajaiban tersebut... Ya... Lima Ribu dan Lima Ratus Lima Puluh
Rupiah... ditambah dengan "Keyakinan" .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar